SURAKARTA, KRNH UNS – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni sekaligus Ketua Takmir Masjid Nurul...
Peran Islam dalam Kebudayaan Nusantara
SURAKARTA, KRNH UNS –Pendiri Laboratorium Dakwah Ki Ageng Henis & Direktur Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo Arif Wibowo, M.Pi., pentingnya memahami proses islamisasi di Nusantara yang berlangsung secara damai dan bertahap. Menurutnya, Islam tidak hanya hadir sebagai ajaran keagamaan, tetapi juga membentuk budaya yang kini menjadi bagian dari identitas masyarakat. Hal ini disampaikannya dalam Tarawih Edukatif pada kegiatan Kampus Ramadan Nurul Huda Universitas Sebelas Maret 1446 H. Surakarta, Jumat (14/3).
Penubuhan Islam dan Kebudayaan
Menurut Arif Wibowo, Islam mulai masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi melalui jalur perdagangan. "Persentuhan antara masyarakat Jawa dan para pedagang Muslim, terutama dari Arab dan Gujarat, membawa perubahan signifikan dalam tatanan sosial dan kepercayaan masyarakat," jelasnya. Salah satu bukti awal keberadaan Islam di Jawa adalah perkampungan Arab pada masa Ratu Sima di Kerajaan Kalingga. Penyebaran Islam semakin meluas seiring dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit, yang kemudian melahirkan Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa.
Ia juga menyoroti bahwa islamisasi di Nusantara sebagian besar dilakukan dari bawah, dengan pesantren sebagai ujung tombaknya. "Dunia pesantren memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam melalui pendidikan dan literatur keislaman, termasuk manuskrip Arab Pegon yang menjadi ciri khas santri," ungkapnya. Bahkan, kitab-kitab pesantren banyak menggunakan kosakata dari bahasa Jawa pertengahan, yang menunjukkan adanya akulturasi antara Islam dan budaya lokal. Pada masa Majapahit, pesantren sudah berkembang dan terus bertahan hingga saat ini sebagai pusat pendidikan Islam tradisional.
Masyarakat Jawa secara bertahap mulai mendeklarasikan diri sebagai bagian dari umat Islam. "Diperkirakan sekitar 75% masyarakat Jawa telah memeluk Islam dalam proses islamisasi yang panjang," katanya. Tradisi keislaman juga mempengaruhi budaya lokal, seperti adanya slametan yang berasal dari bahasa Arab. Pada masa lalu, para priyayi yang telah mencapai usia 40 tahun umumnya mulai mendalami ajaran Islam, mengikuti kegiatan keagamaan seperti yasinan dan mengaji di masjid.
Melalui jasa para ulama dan pendekatan yang damai, Islam dapat diterima secara sukarela oleh masyarakat Jawa. "Hingga saat ini, semangat keislaman masih tumbuh di berbagai kalangan. Islamisasi yang berlangsung berabad-abad bukan hanya sejarah, tetapi juga tanggung jawab generasi sekarang untuk menjaga dan meneruskan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari," tutupnya. [AUL]