SURAKARTA, KRNH UNS – Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni sekaligus Ketua Takmir Masjid Nurul...
Masa Depan Hukum Indonesia dalam Perspektif Keadilan
SURAKARTA, KRNH UNS – Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Dr. Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., menekankan pentingnya membangun sistem hukum yang berkeadilan di tengah krisis kepercayaan publik. Menurutnya, hukum yang adil akan menciptakan ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan masyarakat. “Jika hukum itu adil, pasti semuanya jadi tertib, damai, dan rakyat juga sejahtera. Tapi kalau hukum nggak adil, maka masyarakat bisa jadi ribut dan orang kehilangan kepercayaan terhadap hukum,” ujarnya. Hal ini disampaikannya dalam Tarawih Edukatif pada kegiatan Kampus Ramadan Nurul Huda Universitas Sebelas Maret 1446 H. Surakarta, Selasa (18/3).
Dr. Rustamaji menjelaskan bahwa keadilan memiliki berbagai bentuk, seperti keadilan distributif yang memastikan kekayaan dan sumber daya didistribusikan sesuai hak dan kebutuhan masyarakat, serta keadilan komutatif yang mengatur hubungan antar individu dan kelompok. “Ada juga keadilan korektif, yang berfungsi untuk memperbaiki ketidakseimbangan akibat pelanggaran hukum, serta keadilan prosedural, yang memastikan hukum ditegakkan dengan cara yang benar dan tidak curang,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa wajah hukum suatu bangsa mencerminkan nilai-nilai yang dianut masyarakatnya. “Kalau nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan kemanusiaan dijunjung tinggi, wajah hukum kita akan terlihat baik. Sebaliknya, kalau nilai-nilai itu hilang, hukum akan kehilangan kepercayaan publik,” tegasnya.
Dalam konteks penegakan hukum, Dr. Rustamaji menekankan pentingnya peran para pemangku kepentingan dalam menciptakan sistem hukum yang berkeadilan. “Wakil rakyat yang amanah akan membuat undang-undang yang berpihak pada keadilan. Hakim yang mengingat perintah Allah akan memutuskan perkara dengan benar. Dan kita harus ingat bahwa hukum kebiasaan juga diakui dalam sistem hukum kita,” paparnya. Ia juga mengingatkan bahwa hukum seharusnya menjadi alat untuk menegakkan keadilan, bukan sebagai sarana penindasan bagi mereka yang berkuasa. “Kalau hukum hanya dijadikan alat untuk kepentingan tertentu atau sekadar formalitas tanpa keadilan, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan dan hukum tidak lagi dihormati,” imbuhnya.
Sebagai penutup, Dr. Rustamaji mengaitkan nilai-nilai hukum dengan ajaran Islam, terutama dalam bulan Ramadan. Ia menegaskan bahwa kepatuhan kepada hukum harus dilandasi nilai ketundukan kepada aturan yang disepakati bersama, sebagaimana umat Islam tunduk dalam menjalankan ibadah. “Sholat itu simbol kita menyerahkan diri kepada Allah, sama seperti hukum yang menjadi simbol aturan dalam masyarakat. Jika kita memandang hukum sebagai keadilan dan kebiasaan baik untuk membangun masyarakat yang lebih baik, maka hukum akan dihormati dan ditaati. Tapi jika hukum hanya jadi alat untuk kepentingan pribadi, ia akan kehilangan maknanya,” pungkasnya. Dengan demikian, ia mengajak masyarakat untuk menjunjung tinggi nilai keadilan dalam hukum serta menjalankan ibadah dan kebiasaan baik selama Ramadan untuk membentuk karakter yang lebih baik. [AUL]